Skip to content

Memahami Kesepian pada Dewasa Awal yang Masih Single

“Kenapa ya… aku masih sendiri?”

“Temen-temen udah pada punya pacar, bahkan ada juga yang udah nikah….”

“Kapan ya… aku bisa kayak mereka?”

“Apa aku emang nggak pantas, ya, untuk dapat pasangan dan dicintai?”

Pikiran-pikiran seperti itu sering mengganggumu, ya? Apalagi saat tengah malam, tugas dan pekerjaan menumpuk, dan tiba-tiba kamu merasa kesepian… tahu-tahu pikiran-pikiran semacam itu muncul dan kamu jadi overthinking. Alhasil kamu galau semalaman meratapi kejombloanmu sambil berandai-andai, “Duh, kalau punya pasangan, pasti ada yang nemenin aku dan ngasih support. Tugas-tugasku pasti nggak akan terasa seberat ini.”

Kamu relate?

Kalau saat ini kamu berusia di awal 20 tahun dan masih single, maka itu adalah pikiran-pikiran yang sangat wajar, loh! Kenapa? Karena menurut tokoh psikologi Erik Erikson, membangun keintiman dengan orang lain memang tugas perkembangan psikososial di masa dewasa awal. Lebih lengkapnya, pada masa dewasa awal, kamu memasuki tahap perkembangan “keintiman versus isolasi”. Keintiman di sini maksudnya adalah proses menemukan diri sendiri sekaligus ‘peleburan’ diri sendiri di dalam diri orang lain, misalnya: Dalam rangka mencapai keintiman, seseorang membutuhkan komitmen terhadap orang lain. Nah, komitmen seperti ini bisa diperoleh saat menjalin relasi romantis seperti menikah (Santrock, 2011).

Oleh karena itu, tidak heran jika dewasa awal merupakan kelompok usia yang riskan mengalami kesepian (Ashgar & Iqbal, 2019).   Nah, dari sini terlihat bahwa ketika kamu belum menjalin hubungan romantis di masa dewasa awal, maka kebutuhanmu akan keintiman dengan orang lain belum terpenuhi. Oleh karena itulah kamu merasa kesepian.

Young woman sitting alone in a coffee shop
image source: www.freepik.com

Lalu apa saja dampak merasa kesepian? Tiwari (2013) menyebutkan kesepian dapat menimbulkan rasa sakit, kesedihan, ketakutan, dan kelelahan yang dapat mengganggu kehidupan sehari-hari. Kesepian juga bisa membuatmu merasa tidak  diinginkan, tidak dicintai, dan tidak dipedulikan. Dilansir dari Psychology Today, kesepian merupakan faktor risiko berbagai penyakit seperti penyakit jantung, diabetes tipe 2, dan artritis. Berbeda dari penyakit fisik yang dapat disembuhkan dengan obat, kesepian hanya dapat disembuhkan dengan kasih sayang dan cinta. Pada masa dewasa awal ini, cinta yang paling kamu butuhkan adalah dari pasangan romantis.

Wah, terus gimana, dong, kalau belum menemukan pasangan? Apakah itu artinya kamu harus terus-terusan kesepian?

Ada masalah, pasti ada jalan keluar. Tenang, perasaan kesepian ini bisa kamu atasi dengan berbagai cara! Ini dia beberapa tipsnya:

 

Berpikir secara lebih luas

Saat kesepian, kamu mungkin akan memiliki pikiran-pikiran negatif seperti “Apa aku memang nggak pantas, ya, untuk dapat pasangan dan bahagia?” atau “Apa aku seburuk itu, ya, sampai nggak ada yang suka sama aku?” Jika kamu masih berpikir begitu, artinya pikiranmu masih cukup sempit.

Daripada menyalahkan diri terus-menerus, cobalah amati keadaanmu dari berbagai macam sudut pandang. Berhentilah  

Cobalah untuk berpikir, “Kesepian ini cuma sesaat, kok. Besok perasaan ini pasti hilang. Aku pasti layak dicintai. Cuma belum ketemu jodoh aja. Suatu saat nanti pasti kita akan ketemu dan aku nggak akan kesepian lagi.” Kamu juga bisa berpikir, “Aku adalah satu dari tujuh miliar manusia di dunia. Aku pasti punya kontribusi buat dunia ini. Aku punya value dan aku berharga. Suatu saat nanti pasti akan ada satu orang spesial yang juga bisa melihat value ini di dalam diriku.”


Nah, kalau begini lebih baik kan?

 

Berlatih mindfulness

Berdasarkan hasil penelitian Zhang, Fan, Huang, dan Rodriguez (2018), pelatihan mindfulness dapat mengurangi kesepian. Apa itu mindfulness? Mindfulness adalah keadaan ketika kamu sangat sadar dan fokus pada realita saat ini, menerima dan mengakuinya, tanpa terjebak dalam pemikiran-pemikiran negatif dan reaksi emosional.

Coba luangkan waktu 5-10 menit setiap hari untuk duduk tenang, memejamkan mata, merasakan nafas, dan mengatur pikiran untuk berfokus pada apa yang terjadi ‘saat ini’ dan ‘di sini’. Rasakan nafas dan dengarkan suara-suara di sekitarmu seperti suara jam dinding, suara televisi dari ruang sebelah, atau kicauan burung di luar rumah. Jika pikiran mulai berkelana ke mana-mana, cobalah untuk fokus kembali kepada nafasmu (Mindful, 2018).

 

Berinteraksi dengan orang lain

Terkadang, perasaan kesepian bisa tiba-tiba muncul saat kita sendirian. Oleh karena itu, cobalah untuk selalu ‘terhubung’ dengan memperbanyak interaksi bersama orang-orang di sekitar (Barth, 2021).

Kamu bisa mengobrol sambil membantu pekerjaan anggota keluargamu di rumah, mengobrol singkat dengan tetangga saat berpapasan di warung, atau menelepon teman lama untuk menanyakan kabar. Interaksi semacam ini akan membuatmu merasa lebih terhubung dengan orang lain.

 

Mencari kesibukan yang memberi makna

Pada usia 20-an awal, mungkin kamu sudah mulai mengawali karir. Carilah pekerjaan yang sesuai dengan bidangmu dan dapat memberikan kepuasan untukmu. Menurut Elyakim Kislev (2019) dalam bukunya yang berjudul Happy Singlehood: The Rising Acceptance and Celebration of Solo Living, kepuasan dalam bekerja berkontribusi terhadap kebahagiaan orang-orang yang masih single. Kepuasan bekerja di sini bukan tentang kenyamanan dalam pekerjaan atau gaji yang besar, tetapi melibatkan suatu perolehan makna dan pemenuhan diri dari pekerjaan.

Mencari pekerjaan yang bisa memberimu makna dan perasaan ‘penuh’ belum tentu mudah, jadi kamu akan sangat beruntung kalau bisa mendapatkan pekerjaan seperti itu! Namun, jika pekerjaan utamamu belum bisa memenuhinya, kamu bisa mengakalinya dengan melakukan pekerjaan sampingan kecil-kecilan. Misalnya, jika kamu suka memasak, saat waktu luang atau hari libur cobalah menjual masakanmu kepada orang-orang terdekat. Atau kalau kamu suka menulis, cobalah untuk menulis artikel-artikel atau bahkan buku di waktu luangmu dan mengirimnya ke media atau penerbit. Tidak perlu terlalu berfokus pada hasil, yang penting kamu merasa puas saat mengerjakannya.

 

Itulah beberapa tips yang bisa kamu terapkan untuk mengurangi kesepianmu. Ingatlah bahwa kamu tidak sendiri dan perasaan kesepianmu ini hanya sementara saja. Selamat menerapkan tips-tips di atas dan semoga kamu segera bertemu jodohmu, ya!

References

Asghar, A., & Iqbal, N. (2019). Loneliness matters: a theoretical review of prevalence in adulthood. Journal of Psychology and Behavioral Science7(1), 41-47.

Barth, F. D. (2021, February 24). To Fight Loneliness, Research Says to Turn to Wisdom. Psychology Today. Retrieved from https://www.psychologytoday.com/us/blog/the-couch/202102/fight-loneliness-research-says-turn-wisdom

Kislev, E. (2019). Happy Singlehood: The Rising Acceptance and Celebration of Solo Living. University of California Press.

Mindful. (2018, December 12). How to Practice Mindfulness. Retrieved from https://www.mindful.org/how-to-practice-mindfulness/ 

Psychology Today. (n.d). Loneliness. Retrieved from https://www.psychologytoday.com/intl/basics/loneliness

Santrock, J. W. (2011). Life-Span Development. 13th Edition. New York: McGraw-Hill.

Tiwari, S. C. (2013). Loneliness: A disease?. Indian Journal of Psychiatry55(4), 320.

Zhang, N., Fan, F. M., Huang, S. Y., & Rodriguez, M. A. (2018). Mindfulness training for loneliness among Chinese college students: A pilot randomized controlled trial. International Journal of Psychology53(5), 373-378.

Like This

Share This

Share on facebook
Share on twitter
Share on linkedin
Share on pinterest
Share on whatsapp