Skip to content

Tidak Ada Kata “Terlalu Awal” untuk Mendidik Anak

Orang tua pasti selalu mengharapkan yang terbaik bagi anak. Kita ingin anak kita mendapatkan yang terbaik. Dimulai dari pendidikan terbaik, lingkungan tumbuh kembang yang mendukung, dan perlindungan yang optimal dari ancaman dunia. Orang tua pun selalu berharap mereka dapat menjadi orang tua terbaik yang dapat mempersiapkan segalanya untuk sang anak menghadapi kehidupan bermasyarakat.

Bagaimana cara kita memberikan yang terbaik bagi anak?

Seorang ibu sudah memulai pertarungan mereka sejak mengandung sang anak selama 8-9 bulan di kandungan. Ibu berusaha yang terbaik untuk memastikan bayinya tumbuh sehat di dalam kandungan sampai waktunya untuk melahirkan mereka ke dunia. Bagaimana ketika mereka sudah lahir? Apakah perjuangan orang tua sudah selesai? Sudah tentu belum. Semuanya baru saja dimulai. Pada momen inilah peran penyumbang setengah gen anak, sang ayah, semakin diperlukan. Ayah sangat diperlukan untuk mendukung ibu.

           

Sejauh mana orang tua memahami proses perkembangan anak?

Mungkin para orang tua sudah tahu beberapa hal mengenai perkembangan anak. Di usia dua bulan, bayi sudah bisa duduk sembari ditopang di pangkuan atau dudukan bayi, namun mereka baru bisa duduk secara mandiri di usia enam atau tujuh bulan. Kemampuan berdiri juga akan berkembang secara bertahap selama tahun pertama. Memasuki usia delapan atau sembilan bulan, bayi biasanya belajar untuk menarik diri mereka sendiri dan berpegangan pada kursi, dan biasanya mereka bisa berdiri sendiri di usia sepuluh sampai 12 bulan. Barulah pada usia satu tahun mereka diharapkan bisa berjalan (Santrock, 2013).

Perkembangan itu terus berlanjut seiring bertambahnya usia sampai anak dapat melakukan kegiatan kompleks lainnya seperti membaca, menulis, berhitung, berpikir kritis, dan membentuk dan menjalin hubungan dengan orang lain.

Informasi tersebut cukup penting bagi para orang tua untuk membimbing dan mendidik anak. Namun, informasi-informasi tersebut adalah pengetahuan yang didapat para ahli ketika meneliti perkembangan bayi normal secara keseluruhan. Dari hasil penelitian itulah disimpulkan pada usia berapa seharusnya seorang bayi mampu melakukan hal tertentu (Doman, 2006).

Apakah dengan begitu suatu hari sang buah hati dapat tiba-tiba duduk dengan sendirinya? Tiba-tiba mereka dapat berdiri dan berlari? Mungkin jika hal tersebut terjadi, orang tua akan berkata bahwa anak mereka adalah seorang jenius yang hanya datang sekali dalam seratus tahun. Namun, apakah memang benar mereka adalah sang jenius yang ditungu-tunggu?

Mungkin benar, mungkin tidak.

Parents educating their child
image source: www.freepik.com

Glenn Doman (2006) menuliskan dalam bukunya yang berjudul How Smart is Your Baby bahwa perkembangan seorang anak diukur berdasarkan enam kompetensi. Enam kompetensi tersebut adalah kompetensi visual, kompetensi auditori, kompetensi taktil, kompetensi mobilitas, kompetensi bahasa, dan kompetensi manual.

Di antara keenam kompetensi tersebut, tiga kompetensi masuk dalam fungsi sensorik (visual, auditori, dan taktil) dan tiga kompetensi masuk dalam fungsi motorik (mobilitas, bahasa, dan manual).

Ketiga fungsi sensorik berperan dalam:

  1. melihat sedemikian rupa dan membaca bahasa yang diciptakan
  2. mendengar dan memahami bahasa yang diciptakan
  3. merasakan agar dapat mengidentifikasi objek hanya dengan menyentuh, tanpa bantuan kemampuan melihat, mendengar, mencium (bau), atau mengecap.

Sedangkan ketiga fungsi motorik berperan dalam:

  1. Untuk berjalan dan berlari dalam posisi tegak dan posisi badan silang
  2. Untuk berbicara dalam bahasa vokal simbolis yang kompleks
  3. Untuk menulis bahasa simbolik menggunakan ibu jari dan jari telunjuk.

Fungsi-fungsi tersebut tidak datang secara tiba-tiba kepada anak. Kita, sebagai orang tua, harus membantu anak menerima stimulus secara maksimal yang nantinya akan diterima dan dicerna oleh fungsi sensorik, yang kemudian akan keluar sebagai fungsi motorik. Stimulus sangat penting diberikan pada anak karena otak kita berkembang dengan digunakan dan penting untuk diberikan sedini mungkin (Doman, 2006). Menunggu anak belajar dengan sendirinya tanpa rangsangan apa pun tidak akan membantu mereka.

 

Mengapa harus sedini mungkin?

Bukankah memberi terlalu banyak dan terlalu awal pada bayi akan membebani mereka? Justru tidak. Bayi bahkan sudah bisa mengenali suara ibunya ketika berada di kandungan. Begitu lahir, mereka sudah bisa melihat, mendengar, merasakan, bahkan membedakan bau dan rasa. Semua fungsi-fungsi tersebut sudah dapat mereka lakukan meskipun tidak sempurna, karena organ-organ mereka masih berkembang (Santrock, 2013).

Kondisi masih berkembang inilah yang seharusnya digunakan orang tua untuk memaksimalkan perkembangan anak. Waktu penting ini dimulai dari ketika anak baru lahir sampai menginjak usia enam tahun. Dalam rentang usia ini, perkembangan otak seorang anak berada dalam titik puncaknya. Semakin cepat dan semakin banyak kita memberi stimulus, semakin maksimal mereka dapat menggunakan informasi-informasi tersebut dikemudian hari (Doman, 2006).

Oleh karena itulah peran orang tua semakin dibutuhkan, tahap demi tahap. Di awal enam tahun hidup anak, mereka masih bergantung pada orang tuanya. Sudah menjadi kewajiban orang tua menciptakan lingkungan yang aman dan menstimulus bagi anak untuk belajar. Lingkungan yang aman dan menstimulus ini tidak hanya terdiri dari membuat pagar pada kawasan kecil di rumah, meletakkan berbagai jenis mainan, dan membiarkan sang anak bermain di dalamnya sedangkan sang ibu menonton tv atau melakukan kegiatannya sendiri.

Ibu, dan ayah, harus berada bersama dengan sang anak. Biarkan anak mengeksplor dunia kecil pertamanya, yang dalam kasus ini adalah rumahnya sendiri, dengan melihat, menyentuh, mendengar, dan bergerak. Jika anak merangkak di lantai, ikutlah berada di lantai. Berikan kata-kata kasih sayang, pujian, dan motivasi untuk mendorong mereka menjelajah. Dunia di luar kantung ketuban sang ibu merupakan dunia baru dan menakutkan bagi mereka (Doman, 2006). Mereka perlu merasakan bahwa orang tua mereka ada dan siap memberikan kenyamanan dan kemananan selagi mereka mengeksplor.

Secara naluriah, anak-anak sangat penasaran dengan hal-hal di sekitarnya. Mereka ingin mengetahui bagaimana mereka dapat mengubah dan mempengaruhi orang-orang dan hal-hal di sekitar mereka (Santrock, 2013). Apa pun yang anak-anak ketahui dikemudian hari, mereka pelajari ketika masih kecil karena pada dasarnya mereka adalah peneliti-peneliti muda. Oleh karena itu, jangan halangi keinginan mereka untuk belajar.

Jika orang tua khawatir anaknya akan terluka, seperti yang sudah disebutkan, bermainlah dengan mereka. Dengan berada dekat dengan anak dan memperhatikan apa yang mereka lakukan, orang tua juga dapat langsung bereaksi ketika sesuatu yang membahayakan terjadi. Namun, bukan berarti orang tua harus melindungi anak dari segala jenis bahaya. Mereka perlu tahu bahwa bermain dengan pisau berbahaya karena dapat melukai mereka. Memegang panci yang sedang digunakan untuk memasak tidak aman karena panas dan dapat membakar tangan mereka.

Bicaralah dengan mereka. Jelaskan objek-objek yang memancing rasa penasaran mereka. Sesering mungkin. Mereka akan menangis dalam prosesnya. Sudah sewajarnya mereka menangis karena menangis adalah satu-satunya cara mereka berkomunikasi. Kosa kata mereka masih terbatas. Menangis akan membantu mematangkan pertumbuhan organ pernapasan. Matangnya organ pernasapasan akan membantu mereka untuk membuat suara dan berbahasa dikemudian hari. Namun, orang tua juga harus bisa membedakan suara tangisan dan jeritan anak ketika menimbang-nimbang perlu menenangkan atau membiarkan mereka ketika sedang bereksplorasi (Doman, 2013).

Stay sharp parents!

Membimbing anak adalah pekerjaan 24/7 dan membutuhkan komitmen bermental baja. Jangan sampai suatu hari, ketika anak tiba-tiba berkata bahwa mereka malas belajar, orang tua justru menyalahkan mereka yang bersikap malas dan tidak menjalankan kewajibannya. Keinginan mereka untuk belajar sudah ada sejak mereka lahir. Satu-satunya hal yang membuat keinginan tersebut pupus adalah orang tua yang menghalangi kesempatan dan keinginan tersebut.

Sudah pasti ada rasa jenuh. Rasa ingin meninggalkan pekerjaan membimbing anak dan menikmati me time. Orang tua juga manusia dan manusia membutuhkan variasi dalam hidup mereka. Ketika hal tersebut terjadi, ingatlah kembali alasan kita orang tua ketika memutuskan untuk memiliki anak. Anak tidak memilih untuk dilahirkan, namun orang tua yang memutuskan untuk menghadirkan anak dalam hidup mereka.

Nikmatilah petualangan belajar kalian dan saat yang menyenangkan ini dalam hidup anak kalian!

References

Doman, G. & Doman, J. (2006). How smart is your baby? Develop and nurture your newborn’s full potential. America: Square One Publisher

Santrock, J. W. (2013). Life-span development (14th Ed). New York, America: McGraw-Hill

UNICEF. (2015). 10 facts about early childhood development you need to know! https://www.unicef.org/turkiye/en/stories/10-facts-about-early-childhood-development-you-need-know

Like This

Share This

Share on facebook
Share on twitter
Share on linkedin
Share on pinterest
Share on whatsapp