Skip to content

Tantrum pada Anak:
Kenali Penyebab dan Cara Menanganinya

Perkembangan pada anak tidak hanya terjadi pada fisik, tetapi juga emosi. Anak mulai belajar tentang emosi saat mereka berusia 1–5 tahun, salah satu jenis emosi yang dipelajari adalah rasa marah atau kesal. Perasaan marah atau kesal sering terjadi saat anak memasuki usia dua tahun. Pada usia ini, anak mulai belajar berbicara dan menyusun kata atau kalimat, sehingga tantrum dapat terjadi apabila anak merasa kurang dapat mengungkapkan sesuatu (Temper Tantrums, 2018).

Biasanya, anak-anak yang sedang berada dalam mode tantrum menunjukkan emosinya  dengan cara berguling-guling di lantai, menghentakkan kaki, berteriak sambil berkeliling ke seluruh ruangan atau berteriak sampai mereka merasa kesakitan, hingga menahan nafas yang menyebabkan mereka kehilangan kesadaran (Smith, 2012). Pada beberapa kasus yang lebih ekstrem, tantrum pada anak dapat berupa amukan yang terjadi berulang kali serta menghancurkan barang-barang yang ada di dekatnya (Potegal dan Davidson, 2003). Oleh karena itu, penting bagi orang tua untuk mengetahui hal-hal yang dapat menyebabkan tantrum pada anak. Tantrum pada anak dapat disebabkan oleh berbagai hal (Ford, 2011), seperti:

 

Kesulitan untuk Mengungkapkan atau Melakukan Hal-Hal yang Mereka Inginkan

Perkembangan bahasa pada anak-anak melalui beberapa tahapan seperti cooing, babbling, lalu mulai dapat mengucapkan satu–dua kata, frasa, dan kalimat (Simanjuntak dan Dardjowidjojo dalam Elvina, dkk, 2020). Pada perkembangannya, anak-anak memiliki kemampuan untuk dapat mengerti hal yang orang lain ucapkan kepada mereka, kemampuan ini disebut dengan reseptif. Bahasa reseptif berperan sebagai input atau masukan terhadap kemampuan berbahasa mereka (Simanjuntak dan Dardjowidjojo dalam Elvina, dkk, 2020). Akan tetapi, karena masih belajar, terkadang  anak-anak tidak mengerti maksud orang tuanya. Sehingga, ketika anak tantrum, perkataan orang tua cenderung kurang dimengerti oleh anak.  Selain itu, anak-anak juga kesulitan untuk mengungkapkan  hal yang mereka inginkan (ekspresif) karena keterbatasan kosakata yang mereka miliki, sehingga mereka dapat merasa kesal.  

Anak usia dini biasanya gemar mengeksplorasi hal-hal baru yang belum pernah mereka lakukan (misal, mengambil sesuatu di tempat yang cukup tinggi), tetapi  secara fisik mereka belum mampu melakukannya. Ini juga dapat menimbulkan rasa kesal pada anak.  

 

Dipaksa untuk Melakukan Hal yang Tidak Mereka Inginkan

Biasanya, hal ini berkaitan dengan kegiatan sehari-hari, seperti saat anak disuruh makan, mandi atau tidur. Orangtua biasanya meminta anak untuk menghabiskan makanannya dengan mengatakan, “ayo, sekali lagi” atau “satu sendok lagi”, sedangkan anak sudah merasa kenyang atau saat mereka sedang asik bermain, orang tua memaksa untuk mandi atau tidur siang, sehingga mereka merasa kegiatan mereka terganggu. Tidak perlu memaksa, orang tua hanya perlu membuat kesepakatan dengan anak, seperti: “Nanti, kalau bebeknya sudah selesai bicara, mandi ya?” 

 

Kurang Tidur atau Terlalu Lelah

Anak-anak yang memiliki waktu tidur yang kurang atau terlalu lelah cenderung lebih sering tantrum. Hal ini terjadi karena kondisi fisik mereka memengaruhi mood atau emosi mereka pada hari itu.

Child Tantrum
image source: www.freepik.com

Menghadapi Tantrum pada Anak

Tantrum pada anak usia dini merupakan hal wajar yang dapat terjadi karena merupakan bagian dari proses perkembangan anak dan salah satu cara anak untuk mengomunikasikan hal-hal yang tidak dapat mereka ungkapkan. Oleh karena itu, peran orang tua dalam menghadapi tantrum sangat penting. Beberapa hal di bawah ini dapat diperhatikan oleh orang tua dalam menghadapi tantrum anak, seperti:

 

Mengendalikan Emosi

Pada saat anak sedang tantrum, biasanya orang tua akan merasa pusing dan tidak sabar dalam menghadapinya, sehingga para orang tua akan berusaha menghentikan tantrum dengan amarah. Dalam bahasa Indonesia terdapat kalimat yang cukup sering muncul, yakni “jangan melawan api dengan api”, yang dimaksud di dalam konteks ini adalah jangan melawan amarah dengan amarah. Anak yang sedang tantrum berarti sedang meluapkan amarahnya. Alangkah baiknya jika  orang tua tidak melawannya dengan amarah juga, lebih baik menjauh dulu untuk mendinginkan pikiran, agar dapat merespons kemarahan anak dengan lebih tenang (Hayes, 2007). Terdapat beberapa cara yang dilakukan untuk mengendalikan emosi, seperti menarik nafas secara teratur (tarik nafas dalam, lalu keluarkan secara perlahan), cara ini dapat dilakukan sampai anda merasa lebih tenang. Lalu, anda juga dapat mengendalikan emosi dengan cara berhitung, jika anda mulai merasa akan meledak, anda dapat mulai menghitung dari 1–10, cara ini dapat menenangkan detak jantung anda dan secara perlahan mengurangi rasa marah anda. 

 

Berikan Anak Ruang

Orang tua dapat memberikan ruang untuk anak meluapkan emosinya, tetapi tetap berada di dekat anak untuk memastikan anak tetap aman dan tidak melakukan hal-hal berbahaya, seperti menghancurkan barang. Setelah beberapa saat, anak cenderung akan merasa lelah saat meluapkan emosinya. Pada saat mereka sudah lebih tenang, orang tua dapat mulai bertanya tentang hal yang membuatnya kesal. Jika anak kesal karena tidak mendapatkan hal yang mereka inginkan, orang tua dapat mengajarkan anak cara mengungkapkan keinginan mereka tanpa harus tantrum. 

 

Mengalihkan Perhatian Anak

Jika anak sedang tantrum, orang tua dapat menanganinya dengan cara mengalihkan perhatian anak. Mengalihkan perhatian anak dapat dilakukan dengan beberapa hal, seperti membuat suara-suara yang dapat membuat anak memfokuskan perhatiannya kepada anda (menirukan suara pesawat, binatang, dan lain-lain) atau anda dapat mengalihkan perhatian mereka dengan cara melihat ke jendela atau ke arah luar untuk melihat hal yang mereka suka, seperti “lihat ada pesawat lewat”. Intonasi suara orang tua yang terdengar terkejut atau tertarik dengan suatu hal dapat membuat anak memperhatikan anda. Hal ini dapat membuat mereka fokus terhadap hal lain, sehingga dapat teralihkan dari tantrum. (Temper Tantrums, 2016).

Pada akhirnya, tantrum adalah bagian dari perkembangan emosi anak-anak. Orang tua sebagai orang yang lebih dewasa harus mencoba melihat perspektif melalui sudut pandang anak. Orang tua dapat berusaha lebih peka untuk mengetahui hal yang anak inginkan atau hal yang membuat anak marah dan berusaha lebih tenang dan sabar dalam menghadapi anak yang sedang tantrum.

References

Elvina, Aminah, dkk. (2020). “Pemerolehan Kalimat Bahasa Indonesia Anak Usia 4;0–5;0 Tahun). LINGUA, 17(2), 180–202.

Ford, Gina. (2011). Top Tips for Toddler Tantrums. Random House Publisher.

Hayes, Eileen. (2007). Tantrum: Panduan Memahami dan Mengatasi Ledakan Emosi Anak. Jakarta: Penerbit Erlangga.

NHS. (2016). “Temper Tantrums”. (http://www.nhs.uk/conditions/pregnancy-and-baby/temper-tantrums/

O’Donnell, Lauren M. (2018). “Temper Tantrums”. (https://kidshealth.org/en/parents/tantrums.html

Potegal, Michael, Richard J. Davidson. (2003). “Temper Tantrums in Young Children: 1. Behavioral Composition”. Developmental and Behavioral Pediatrics, 24(3), 140–147 

Smith, Nanny. (2012). Coping with Temper Tantrums. Random House Publisher.

Like This

Share This

Share on facebook
Share on twitter
Share on linkedin
Share on pinterest
Share on whatsapp