Belajar merupakan aktivitas yang erat kaitannya dengan peran siswa, guru, dan orangtua. Siswa diharapkan memunculkan perubahan sikap dan perilaku tertentu dari hasil belajarnya, misalnya siswa menjadi lebih disiplin dan mandiri untuk menyelesaikan berbagai persoalan baik secara akademis maupun nonakademis. Salah satu faktor yang menggerakkan siswa belajar yaitu motivasi. Motivasi ini terbagi menjadi dua bagian, yaitu motivasi intrinsik dan ekstrinsik. Semakin bertambahnya usia siswa, diharapkan siswa memiliki motivasi intrinsik sehingga siswa tergerak dari dalam dirinya untuk melakukan proses belajar. Dengan demikian, siswa akan belajar memang karena siswa merasa “butuh belajar” untuk kepentingan dirinya sendiri dan siswa akan tetap belajar meskipun tidak ada faktor eksternal seperti reward dan punishment.
Dalam menumbuhkan motivasi internal pada siswa, dibutuhkan peran dari lingkungan seperti guru dan orangtua. Guru dan orangtua ini yang akan membimbing dan menanamkan motivasi intrinsik kepada siswa dalam proses belajar. Lalu bagaimana caranya guru dan orangtua membimbing dan menanamkan motivasi intrinsik kepada siswa tanpa menggunakan reward dan punishment?
Berikut ini beberapa cara yang dapat dilakukan oleh guru dan orangtua:
Tempatkan diri seolah-olah guru/orangtua menjadi siswa untuk memahami pikiran, perasaan, hambatan, dan keinginan siswa dalam proses belajar. Caranya yaitu guru/orangtua dapat mengamati dan menanyakan secara langsung apa yang siswa harapkan dalam belajar, serta menjadikan hasil pengamatan dan pendapat siswa sebagai rencana pembelajaran.
Menggunakan instruksi dan metode belajar yang menumbuhkan motivasi belajar siswa. Caranya seperti menyampaikan standar atau tujuan yang perlu dicapai siswa, memunculkan inisiatif dengan waktu pembelajaran mandiri, cooperative learning, bertanya yang menimbulkan rasa penasaran pada siswa, metode belajar demonstrasi/presentasi/video, meminta siswa membuat tujuan belajarnya sendiri, serta field trip untuk menambah pengalaman siswa secara langsung.
Sampaikan alasan atau manfaat yang akan didapat siswa jika ia mau berusaha dalam belajar karena sering kali siswa tidak tahu alasan di balik ia mengerjakan tugas, membaca buku, atau belajar materi pelajaran tertentu, sehingga ia sering kali menganggap bahwa belajar itu tidak penting. Caranya yaitu pikirkan secara matang tujuan atau “mengapa” guru/orangtua meminta siswa melakukan aktivitas belajar tertentu dalam konteks intrinsik, seperti “jika kamu mengerjakan tugas matematika ini, kamu akan paham dan pintar dalam berhitung” dibandingkan “kalau kamu belajar, kamu akan mendapat uang” atau “kamu harus belajar karena ini akan keluar di ujian”. Manfaat intrinsik tersebut kemudian disampaikan kepada siswa.
Mengakui, menerima, dan merespon ekspresi emosi negatif siswa saat belajar karena aktivitas belajar memungkinkan siswa mengalami ketidaknyamanan dan memunculkan komentar-komentar. Caranya yaitu sadari dan pahami bahwa perasaan negatif siswa ini muncul akibat aktivitas belajar yang diberikan, dengarkan keluhan siswa, tidak memberikan reaksi yang menyalahkan siswa dan tidak mencoba mengubah perasaan negatif siswa, katakan “ya” atau “oke” sebagai bentuk bahwa guru/orangtua menerima kondisi negatif yang sedang dialami siswa.
Gunakan bahasa yang informasional dan tidak menekan. Saat muncul permasalahan belajar, guru/orangtua dapat mendiskusikan bersama siswa secara terbuka dan responsif, tidak memberikan tekanan verbal dan nonverbal agar siswa patuh terhadap kehendak guru/orangtua, serta menyediakan insight atau saran khusus agar siswa memahami permasalahan belajarnya dan membuat siswa bertanggung jawab untuk menyelesaikan permasalahannya.
Sabar, yaitu memberikan kesempatan ruang dan waktu kepada siswa untuk mengatasi kesulitan dan mengeksplor materi belajarnya. Cara yang dapat dilakukan yaitu menunda memberikan bantuan sambil tetap mendengarkan dan mengamati proses belajar siswa, memberikan bantuan secara bertahap atau jika dirasa siswa sudah benar-benar kesulitan, tidak langsung memberikan jawaban benar kepada siswa tetapi dengan tanya jawab terkait persoalannya, serta tidak membuat siswa menyelesaikan tugas terburu-buru sesuai kehendak guru/orangtua.
Sumber
Reeve, J. (2016). Autonomy-supportive teaching: What it is, how to do it. In Woon Chia Liu, Richard M. Ryan, & John Chee Keng Wang (Eds). Builidng Autonomous Learners: Perspectives from Research and Practice using Self-Determination Theory (pp. 129-151). Singapore: Springer.